Monday, February 22, 2010

Mengenal Hukum Perjanjian

Mengenal Hukum Perjanjian



Dalam melaksanakan kegiatan PPK, seringkali
kita harus membuat perikatan ataupun
perjanjian dengan pihak ketiga. Setidaktidaknya
pada tahap MAD I telah ada perikatan
antar warga kecamatan untuk melaksanakan PPK
sesuai mekanisme dan prosedur, dan jika terjadi
pelanggaran maka akan dikenai sanksi-sanksi.
Perikatan juga terbangun ketika masyarakat
melakukan perjanjian pinjam-meminjam dalam
kegiatan UEP antara UPK dengan kelompok dan
antara kelompok dengan anggotanya. Begitu pula
pada saat pengadaan barang berupa perjanjian
jual beli ataupun sewa menyewa alat.
Apakah sesungguhnya perikatan itu? Apa pula
beda dengan perjanjian?
Untuk lebih jelas mengenai apa dan bagaimana
perikatan dan perjanjian, mari kita kupas
bersama-sama.
Pada prinsipnya perikatan adalah seuatu
hubungan hukum antara dua pihak, dimana pihak
yang satu berhak menuntut sesuatu hal dari
pihak lain dan yang lain berkewajiban memenuhi
tuntutan tersebut. Sedangkan perjanjian adalah
suatu peristiwa dimana seseorang berjanji
kepada orang lain, atau dimana dua pihak saling
berjanji untuk melaksanakan suatu hal.
.
Berangkat dari devinisi diatas maka dapat
disimpulkan bahwa suatu Perjanjian akan
menimbulkan perikatan
Bagaimana syarat sah suatu perjanjian?
Berdasarkan pasal 1320 Kitap Undang-Undang
Hukum Perdata, terdapat 4 syarat suatu
perjanjian dinyatakan sah secara hukum, yaitu:
1. Adanya kesepakatan untuk mengikatkan diri
Bahwa semua pihak menyetujui materi yang
diperjanjikan, tidak ada paksaan atau dibawah
tekanan.
2. Para pihak mampu membuat suatu perjanjian
Kata mampu dalam hal ini adalah bahwa para
pihak telah dewasa, tidak dibawah pengawasan
karena prerilaku yang tidak stabil dan bukan
orang-orang yang dalam undang-undang dilarang
membuat suatu perjanjian tertentu.
3. Ada hal yang diperjanjikan
Perjanjian yang dilakukan menyangkut obyek/hal
yang jelas.
4. Dilakukan atas sebab yang halal
Adalah bahwa perjanjian dilakukan dengan itikad
baik bukan ditujukan untuk suatu kejahatan.
Misal:
Dalam melakukan perjanjian pengadaan barang,
antara TPK dengan suplier,maka harus
memenuhi unsur-unsur:
- TPK sepakat untuk membeli sejumlah
barang dengan biaya tertentu dan supplier
sepakat untuk menyuplai barang dengan
pembayaran tersebut. Tidak ada unsur
paksaan terhadap kedua belah pihak.
- TPK dan supplier telah dewasa, tidak dalam
pengawasan atau karena perundangundangan
tidak dilarang untuk membuat
perjanjian.
- Barang yang akan dibeli/disuplai jelas, apa,
berapa dan bagaimana.
- Tujuan perjanjian jual beli tidak
dimaksudkan untuk rekayasa atau untuk
kejahatan tertentu (contoh: TPK dengan
sengaja bersepakat degan supplier untuk
membuat kwitansi dimana nilai harga lebih
besar dari harga sesungguhnya).
Dari uraian diatas, timbul satu pertanyaan,
bagaimana jika salah satu syarat diatas tidak
terpenuhi?
Ada dua akibat yang dapat terjadi jika suatu
perjanjian tidak memenuhi syarat diatas.
Info Hukum/SP2/PPKII/
September 2004
Pasal 1331 (1) KUH Perdata:
Semua perjanjian yang dibuat secara sah
berlaku sebagai undang-undang bagi
mereka yang membuatnya.
Perjanjian sering disebut juga sebagai
persetujuan, karena kedua pihak setuju
untuk melakukan sesuatu. Sedangkan
Kontrak adalah perjanjian yang sifatnya
tertulis

No comments:

Post a Comment